“Banyak jalan Menuju Roma” –Pepatah
Kata pepatah
ini sangat dalam maknanya baik makna tersirat maupun yang tersurat!
Sabtu (14/12/2013)
pagi Pukul 6.15 alarm di HP ku berbunyi tanda aku harus bangun, cuci muka,
berwudhu, sholat subuh dan siap berangkat. Cukup simpel persiapan perjalan ke
Roma hari itu karena semua barang sudah aku persiapkan sebelum tidur malam dan
juga barang yang hendak dibawa tidak banyak, hanya satu tas gendong berisi
pakaian dan oleh-oleh kecil serta satu tas samping yang berisi laptop dan buku
karya mas Eko Prasetyo yang berjudul Orang
Miskin dilarang sekolah sebagai santapan saat booring selama di perjalanan.
Pic: Buku Orang Miskin Dilarang Sekolah karya Eko Prasetyo
Tiket
Ryanair dengan keberangkatan 14 Desember 2013, kepulangan 17 Desember 2013 yang
kubeli online sebulan sebelum keberangkatan itu merupakan tiket harga promosi
seharga 30 euro, tanpa bagasi. Dan memang untuk perjalanan yang singkat itu
satu tas gendong dan tas samping sudah lebih dari cukup, maklum aku orangnya
sederhana saja, gak suka ribet-ribet. Cukup membawa beberapa pakaian jalan,
pakaian santai untuk istirahat, sabun muka, sikat gigi, parfum (harus tetap
jaga performa juga, hehee), sedikit oleh-oleh coklat dari Jerman, dan mantel
yang kukenakan, o yah jangan lupa passport, tiket pesawatnya yaa.
***
Perjalananku
berawal dari halte bus Bei Dem Gerichte yang
tidak jauh dari rumah ke stasiun Braunschweig (biasa disingkat Braunschweig Hauptbanhof/HBF) dengan bus (15
menitan), ke stasiun Bremen (Bremen Hauptbanhof/HBF) dengan tram (2
jaman) dan lanjut ke Bremen Airport dengan bus (10 menitan). Karena statusku
sebagai Mahasiswa maka untuk biaya transportasi seluruh kendaraan umum di kota
tempat tinggal yaitu kota Braunschweig gratis plus ke kota Bremen dan Hamburg karena dua kota tersebut masuk
perbatasan negara bagian tempatku tinggal yaitu negara bagian Niedersachsen.
Sebenarnya tidak gratis tis, karena sebelum perkuliahan mulai seluruh mahasiswa
diwajibkan membayar biaya fasilitas kampus (termasuk tiket transportasi)
sekitar 200 euro per semester, namun jika dihitung tentu saja biaya tiket
tersebut jauuuh lebih murah ketimbang kita harus membeli sendiri.. Jadwal
penerbanganku 11.35 dan aku sudah berada di bandara tepat satu jam sebelum
penerbangan. Karena tidak membawa bagasi, jadi langsung menuju ke pintu masuk
sekaligus check in. Nongkrong dulu deh di ruang tunggu…
Pic: suasana di ruang tunggu Bremen Airport
Setibanya di
Rome Ciampino Airport, HP aku aktifkan dan ada inbox masuk berbahasa Jerman (provider
kartuku dari Jerman) yang intinya selamat datang di Italy bla bla bla... (bukan
ujian, jd enggak harus paham), membuka internet membaca facebook sambil
membalas komentar-komentar teman dengan canda dan kocak sambil senyum-senyum
sendiri. barang bawaan sudahkomplit, kemudian aku bergegas ke bagian informasi
untuk menanyakan jalur transportasi menuju ke Colosseum atau kolosium.
***
Sebelum berangkat
ke Rome aku sudah merancang lokasi-lokasi yang wajib dikunjungi selama di sana.
Kehadiran internet benar-benar sangat membantu, dengaan hanya menuliskan kata
kunci seperti “Beautiful Rome” atau “tempat wisata di Roma” atau yang sejeninya
ke Prof. Google kita dengan mudah membaca informasi-informasi yang kita
butuhkan tersebut. Kemudian aku juga memanfaatkan jejaring sosial untuk
berkomunikasi dengan Pelajar dan Masyarakat Indonesia di Itali. Dalam hal ini aku
sangat berterima kasih kepada ketua PPI Prancis mas Dhafi (eh nampaknya
sekarang sudah mantan) yang menyambungkanku ke Mbak Monis H Pandu, disambungkan
lagi ke mas Wawan. Mas Wawan banyak sekali memberikan informasi terkait
transportasi, karcis, tujuan dan keadaan di Rome. Grazie semuanya. Juga jarkom dari Kang Dicky Ankara, Mas Syauqi Istanbul dan Ayodya
Korsel Terimakasih. Spesial Grazie kepada Rizal.. Terus kok fb mau diharamkan? Wah nampaknya kalo pertanyaan ini di
bahas jadi gak sesuai judul tulisan ini. He3., Ya intinya mari kita memanfaatkan
perkembangan teknologi dengan tepat guna tidak hanya rajin berselancar di
internet namun meninggalkan manfaatnya.
Oke lanjut
cerita. Menurut mas Wawan dengan pertimbangan jarak ia menyarankan aku untuk
langsung ke Colosseum. Menurutku transportasi dari Bandara ke Colosseum tidak terlalu
susah mungkin karena sudah pernah merasakan nuansa beberapa sistem transportasi
baik di Turki dan Jerman jadi perjalanan menuju Colosseum masih aman terkendali.
Seingatku dari Ciampino Airport (o yah di Rome ada dua Airport lho) ke Colosseum
menggunakan bus ke stasiun tram (bayar 1,5 euro), dari stasiun lanjut naik tram
(aku beli tiket untuk per 100-an menit, harga @ 1,5 euro. Ada juga tiket
harian, bulanan, dst), kemudian Jalan kaki sekitar 20 menit ke Colosseum. Detailnya
bisa tanya langsung ke mas Wawan. He3.
***
Ada yang
unik dalam perjalananku dari stasiun ke koloseum, ditengah perjalanan aku nanya
ke orang sekitar di mana lokasi Koloseum. Pengalamanku ketimbang kita
mengandalkan alamat jalan atau peta saja akan lebih sulit ketemunya. Namun tentu
sebaiknya siapkan peta di tangan itu lebih baik buat jaga-jaga. O yah selama di
sana aku menggunakan bahasa Inggris yang blepotan plus Grazie aja. Terjadi percakapan yang menurutku cukup hangat karena
ini terkait jati diri.
Setelah memberikan jawaban orang Itali ini nanya:
"di negaramu banyak orang miskin ya?"
"ah masak? yah mungkin itu dulu, karena kami
pernah krisis thn 1998nan. skrng pertumbuhan ekonomi kami sangat baik terutama
di Asia". Jawabku, kemudian ku lihat wajahnya kok cuek-cuek saja, kayak
gak ngefek. Jangan panggil aku budy jika tidak bisa memberikan pelajaran pada
orang bengal ini. Pikir-pikir apa yah contoh yang bisa menukik langsung ke otak
orang ini... nah dapet!
"O yah kamu tahu salah satu club besar di negaramu
ini Inter milan?"
"yah tentu sj"
"Naah, Presiden club itu Mr. Thohir, orang
Indonesia dari negara kami"
Akhirnya aku puas lihat wajah orang itu yangg tiba2
pucat.
Ini bukan
masalah ego, namun tentang harga diri bangsa dan harga diri diri sendiri. Dan juga
aku teringat dengan nasihat pak Yudian K. Wahyudi “menyombongi orang yang sombong itu pahalanya besar”.
Pic: Suasana jalanan di daerah dekat Colosseum
Selain
alasan jarak aku rasa sangat tepat mengunjungi Colosseum sebagai tujuan pertama
sebagai cara untuk kulonuwun ke tuan
rumah. Karena jika kita mengunjungi suatu negara maka sebaiknya kita
mengunjungi ibukotanya dan ibukota Itali adalah rome, kemudian sebaiknya
kunjungi tuan rumahnya dan tuan rumah Rome adalah Colosseum. Orang-orang roma
menjadikan Colosseum sebagai simbol kekuatan kota, mereka memiliki keyakinan bahwa
“as long as the Colosseum stands, so will
Rome”.
***
Tidak ada
yang lebih indah selain meratapi Colosseum dari kejauhan, dan menyaksikannya
dari sebrang jalan seraya bernostalgia dengan angan-angan masa kecil yang pada
saat itu janganpun bisa melihat salah satu keajaiban dunia ini, ke negara
tetangga saja nampaknya selalu terbentur dengan keadaan ekonomi dan potensi
diri. Namun pernah suatu saat, dari balik jendela aku menegok ke arah langit
yang biru, sambil mendengarkan kicauan burung di ranting pohon, merenungkan
kekuasaan-Nya, kemudian aku berbisik dalam hati “tidak ada salahnya aku tetap bermimpi, meyakini mimpi tersebut dan
mulai melangkah. Allah bersama orang-orang yang yakin!”
Nostalgiaku berhenti
ketika aku ingat dengan kamera hitam di saku. Yah cek cik cuk gambar dulu. He3.,
Kupercantik kisah ini dengan menikmati Pizza di warung dekat Colosseum. İni bukan
tentang rasa pizzanya kawan tapi tentang kepuasan jiwa, kepuasan bahwa salah
satu impian besarku kembali aku coret dan kepuasan tentang makna syukur kepada
yang Maha mengatur semua ini. Karena aku yakin sekuat apapun usaha manusia jika
Allah tidak mengizinkan maka semua tidak akan terjadi. Alhamdulillah, Thanks my Lord!
Pic: Narsis dulu dikit bro...
Setelah puas
mengelilingi Colo dan membeli kaos murah yang bertuliskan Rome, hanya 5 euro
saja. Tiba saatnya untuk Matahri beristirahat setelah seharian lelah menyinari
bumi, memberikan kesempatan pada sang bulan sebagai aroma bagi para pujangga. Aku
menghubungi om Teddy. Om Teddy beserta keluarga tinggal di Roma sebagai Atase
Pertahanan. Om Teddy sudah tahu tentang aku dari Rizal, kawanku di Turki. Setelah
sedikit perkenalan om bilang “budy nunggu
di sana saja, nanti ada yang jemput. Kita ketemu di KBRI”. Sekitar sepuluh
menit kemudian mobil Mercedes S 250 keluaran tahun 2013 membunyikan klaksonnya.
“mas budy
ya?”
“iya”
“ayo mas,
silahkan masuk”
Selama diperjalanan
asik ngobrol santai dengan mas yang kemudian aku tahu namanya Mas Peb. Sambil ngobrol
sana-sini. Terbesit lagi dalam otakku “kok
aku bisa duduk di mobil sebagus ini ya? Bukannya dulu aku suka bergelantungan
di bagian belakang angkot pedesaan (angkutan umum, biasanya dinaiki para pelajar
pergi-pulang sekolah dan para penjual ke pasar).” Sungguh malam itu Rome terasa sangat
indah sembari mengingat-ngingat pesan bijak Imam Syafi’i:
Orang berilmu dan beradab tidak akan diam di kampung halaman
Tinggalkan dirimu dan merantau ke negeri orang
Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan
kawan
Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah
berjuang.
Aku melihat air menjadi rusak kerena diam tertahan
Jika mengalir menjadi jernih, jika tidak, kan keruh
menggenang
Singa jika tak tinggalkan sarang tak akan dapat mangsa
Anak panah jika tak tinggalkan busur tak akan kena sasaran
Jika matahari di orbitnya tidak bergerak dan terus diam
Tentu manusia bosan padanya dan enggan memandang
Bijih emas bagaikan tanah biasa sebelum digali dari tambang
Kayu gaharu tak ubahnya seperti kayu biasa Jika di dalam hutan.
Pic: Suasana malam di kota Rome
Sesampainya di
KBRI. Tenyata sedang ada acara makan malam dengan orang penting. Usut punya
usut. Eh ternyata orang yang tadi kujadikan senjata andalan itu sedang berada
di sini. Karena acara sudah berlangsung sejak tadi dan siapalah aku? (sebenarnya
ini pertanyaan yang lebih penting. He3.,) maka aku duduk di lobi KBRI sambil
menyedup Kopi Capuccino yang tersedia di KBRI. Ah mantap dah…. Merdeka!!
Pic: KBRI Roma yang Ramah, Tangap dan Peduli Serta bebas dari KKN
Sekitar sejam
kemudian, ada rombongan keluar. Lo loh kayaknya itu pak Thohir. Aku langsung
bergegas keluar menuju gerombolan tersebut. Pak Thohir yang hampir masuk mobil
aku panggil sambil melambaikan tangan.
“Pak Thohir…”
panggilku dengan suara agak keras, sambil menghampiri beliau.
“Hei..” kemudian
menyodorkan tangannya (tenang gak minta amplop kok, he3,.)
“Perkenalkan
aku Budy, Mahasiswa asal Indonesia”
“ok bagus. Kuliah
di sini yah?”
“engak, dari
Jerman dan baru sampai siang tadi. Disini hanya beberapa hari untuk liburan. Sekarang
sedang nunggu pak Athan… o yah pak Thohir, kami sangat bangga dengan Anda!”
“terima
kasih” jawabnya santai
“Boleh Foto
bareng pak? Buat kenang-kenangan?”
“o tentu
saja. Mau bayar berapa uero?” canda pak
Thohir yang kemudian disambut tawa aku dan sekitar.
Cekkk…..
yuhuw!!
Pic: Presiden Inter Milan & presiden ... (?)
Aku selalu
senang walaupun hanya sekedar bisa jabatangan dengan orang-orang hebat seraya
berdo’a semoga ‘kesaktiannya’ menular.
Sejauh ini beberapa orang seperti Pak Habibie, Anggito A. Manyu, Amin Abdullah,
Musa Asy’arie, rektor Ugm sebelum diganti yang sekarang, rektor TU
Braunschweig, KH Said Aqil, Amien Rais, Din Syamsuddin, Buya Husein, beberapa menteri Indonesia, Ambassador dan Konsulat RI, Erdoğan, Davutoğlu dan tentu saja tangan-tangan calon orang hebat yaitu teman, sahabat dan orang
sekitar sangat mantap jika bersentuhan langsung dengan mereka.
Setelah pertemuan
tersebut aku bersama keluarga om Teddy menabrak angin jalanan kota rome menuju
rumah beliau. Selama 4 hari di Rome om Teddy, tante, Raza, mbak … (lupa namanya)
dan si kucing “Meng” benar-benar luar biasa. Sangat ramah dan baik. Aku banyak
belajar dari keluarga yang luar biasa ini. Sanga jarang melihat ada tuan rumah
yang mempersilahkan pembantu dan sopirnya makan dalam satu meja yang sama. Selalu
rindu saat malam nonton bola bareng om sambil menimba pengalaman-pengalaman
beliau, masakan tante yang super lezat, jalan-jalan malam ke Trevi n gitaran bareng Raza,
Semoga Allah SWT membalas kebaikan om sekeluarga dengan balasan yang berlipat. Sehat
dan bahagia selalu. Amin. Terima kasih juga sangunya om. Ngerti aja keadaan
mahasiswa. Kalo uda rejeki emang jangan ditolak. He3.
Pic: Si "Ming"
Next: hari ke-2, ke-3 dan ke-4.
Braunschweig,
26.12.2013
@budysugandi
Luar biasa mas Budy. aku suka baca tulisan mas Budy. dan yang ini, sungguh bagus. penyajian bahasnya menarik. Mas Budy emang TOP dah :))
BalasHapusAlex Syaekhoni
Dongguk Univ
Makasih mas Alex. lagi belajar nulis aje. ningkatin kualitas isi krn penulis sbenarnya pelayan, pelayan agar yg baca mudah bacanya N dapat saran jg dr temen bhw kekuatan menulis itu pd gambar. mangkanya q banyakin sj foto2 nya. he3., skali lagi makasih
Hapuso yah ditunggu jg ceritanya dr Dongguk. Salam :)
Seperti baca sebuah novel kelanjutan kisah negeri 5 menara lintas Eropa,,,
BalasHapusJadi pingin nonton 99 cahaya di langit Eropa,,,.
sudah sampaikah kabar filmnya ketempat senpai,,??
o yah.. wah perlu waspada ni mas Fuadi. kabarnya uda sampai tp filmnya blm. hanay lihat trailernya doang. makasih dan selamat beraktivitas. Oss
Hapus