Rabu, 29 Januari 2014
Manusia dan Alam Sekitar
Manusia dan Alam Sekitar
(Sebuah refleksi terhadap dahsyatnya bencana
alam yang menimpa tanah air kita)
Oleh: Budy Sugandi
Mahasiswa Master of Science and Mathematics
Education
Technical University of Braunschweig, Germany
Saat ini wilayah Eropa
termusuk negara tempat tinggalku yaitu Jerman sedang memasuki
musim dingin, matahari terbit lebih lambat dari
biasanya, salju
menutupi atap-atap apartemen dan ruas-ruas
jalan. Kebetulan di sini aku tinggal satu apartemen dengan orang Turki, Sinan
ACAR namanya atau biasa kupanggil Sinan Abi (Turki:
Kakak) sebagai bentuk panggilan hormat pada yang lebih tua. Bagaimanapun budaya
nenek moyang bangsa kita mengajarkan untuk selalu “menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda” di
manapun kita berada salah satunya dengan
panggilan yang sopan.
Seperti biasa setelah
sholat Shubuh berjemaah temanku ini selalu mengajakku minum teh hangat bersama.
Teh atau yang biasa mereka bilang çay merupakan
minuman yang bisa dikatakan wajib
untuk mereka minum minimal sehari sekali karena meminum teh merupakan bagian
dari budaya negara mereka, jadi jangan
sampai salah dalam menyuguhkan minuman jika suatu saat kedatangan tamu orang
Turki. Meskipun tentu saja ada juga orang Turki yang tidak suka meminum teh.
Bagiku meminum teh
bersama di pagi hari merupakan suatu kenikmatan yang luar biasa dan rasanya
akan terus aku budayakan hingga kelak sekembalinya ke tanah air. Setidaknya ada
dua manfaat dari ngeçay ini. Pertama, meminum teh hangat dipagi hari
bisa mengusir rasa kantuk, mata yang ketika
baru bangun tidur hanya 5 watt setelah
meminum teh hangat bisa berubah
menjadi 30 watt. Apalagi di saat musim dingin seperti ini yang suhunya bisa mencapai -15° celcius. Manfaat kedua,
sebagai media komunikasi. Maklum temanku ini sudah bekerja, jadi dia sangat disibukkan dengan tugasnya dan akupun sebagai Mahasiswa harus menjalani aktivitas-aktivitas
akademis yang mayoritas berpusat di kampus sehingga waktu
ngeçay di pagi hari merupakan waktu yang tepat untuk ngobrol, ada pepatah dari negeri mereka “Gönul ne çay ister ne hane, gönül muhabbet ister çay bahane”,
yang bisa dimaknai bahwa “teh
hanyalah sebuah alasan, agar kita bisa berkomunikasi/berdiskusi”
Memang aku belum lama
tinggal di Jerman, baru sekitar 4 bulanan. Namun tidak ada salahnya aku menulis
hal-hal yang pernah aku lihat, dengar, diskusikan dan rasakan. Di sini aku
melihat ada keharmonisan antar manusia, hewan dan tumbuhan. Pagi ini perbincangan kami cukup hangat, sehangat teh yang kami sedup. kami membincangkan tentang
hubungan antara manusia, hewan dan tumbuhan.
Dari balik jendela dapur aku sering melihat ke arah luar ada beberapa kelinci
sedang asik berkeliaran bebas di taman, burung-burung di ranting berkicau dengan riang, pepohonan
bergoyang mengikuti irama angin, sampah dibuang sesuai jenisnya yaitu organik,
anorganik, B3 (bahan beracun dan berbahaya)
untuk didaur
ulang, pengguna sepeda dengan
leluasa mengayuh
sepedanya di jalur khusus yang telah disediakan, para pejalan kakipun bisa sambil bersiul
menikmati perjalannnya tanpa harus khawatir ditabrak truk dari belakang, para mahasiwi yang
pulang tengah malam karena kegiatan kampus bebas dari gangguan para lelaki
hidung belang, pepohonan tidak takut kekeringan
saat musim panas karena ada petugas khusus yang merawatnya, semua menjalani hidup
dengan keharmonisan sehingga saya
menjadi curiga, mungkin ini salah satu sebab negeri mereka (Jerman) bisa tentram penuh kedamaian dan jarang diguncang bencana alam.
Aku tersenyum ketika
temanku bercerita bagaimana nasib para kelinci itu seandainya mereka hidup di negaranya (Turki), senyumku sambil menundukkan kepala karena cerita dari
negeriku tak kalah dahsyat. Kelinci yang ada di halaman itu milik bersama bukan milik perorangan,
mereka mampu menjalani hidup meski tanpa dibantu oleh manusia namun mereka tak
akan mampu hidup jika senapan, jaring, racun atau tombak menyerang mereka karena sebenarnya Tuhan telah memberikan anugerah kepada setiap makhluknya untuk mampu bertahan hidup.
Masih tentang para
kelinci yang mungil, meskipun mereka milik bersama namun jika ada yang mencoba untuk menangkapnya baik untuk dipelihara (lebih tepatnya
mengurungnya) atau untuk disembelih dijadikan hidangan santapan makan, maka siap-siap membayar
denda karena tetangga apartemen akan melaporkan tindakan si pelaku kepada polisi sebagai tindakan kriminal. Di negara ini ternyata
malaikat pencatat amal yaitu Malaikat Rokib dan Atid tidak terlalu sibuk karena tugas
mencatatnya telah dibantu oleh pihak kepolisian. Ini baru kisah si kelinci, semoga di kesempatan berikutnya bisa menemukan fenomena unik lainnya sebagai bahan untuk
berbagi kisah.
Sebelum menutup tulisan
ini aku ingin mengambil beberapa bait dari lirik lagu Ebit G. Ade yang berjudul
‘Berita Kepada Kawan’, berbunyi:
“Barangkali
di sana ada jawabnya
Mengapa di tanahku
terjadi bencana
Mungkin Tuhan mulai
bosan melihat tingkah kita
Yang selalu salah dan
bangga dengan dosa-dosa
Atau alam mulai enggan
bersahabat dengan kita
Coba kita bertanya pada
rumput yang bergoyan”
Mungkin melalui lirik lagu dan kisah si kelinci mungil ini kita bisa merenung bersama terhadap bencana alam yang terus menerus menghantam tanah air kita tercinta. Memang benar kejadian seperti gunung meletus
hanyalah merupakan gejala alam yang tidak baik dan tidak buruk seperti yang
disebut oleh Filosof Jerman yaitu Friedrich Nietzche (1886) “Jensit Güte und Böse” (Beyond good and Evil). Namun sebagai
manusia kita harus menjaga dan merawatnya karena dunia yang kita huni hari ini
bukanlah warisan dari nenek moyang melainkan titipan untuk anak dan cucu kita
kelak.
Braunschweig, 29 Januari 2014
@budysugandi
Jembatan Pelajar Indonesia
Dari Indonesia untuk Anak Indonesia
Jembatan Pelajar merupakan gerakan sosial dan rintisan (start-up) teknologi pendidikan dengan tiga fokus utama; Membantu pelajar Indonesia untuk menggali potensi diri, Merupakan situs marketplace pencarian guru keterampilan (skill-based teacher) dan sebagai tempat bagi guru keterampilan untuk mencari siswa. Menyediakan layanan bimbingan bagi pelajar Indonesia yang ingin melanjutkan pendidikan baik ke dalam maupun ke luar negeri.
06.52.00
pena
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Mantab sekali. Semakin hari mas Budy semakin hebat bahasa penyampaiannya
BalasHapusTerima kasih Mas Alex. Sukses selalu buat Ph.D nya di Korsel ya
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus