Yan telah memegang tiket yang ia dapat dari teman pelajar yang tergabung dalam PPI Jerman. Namun sayangnya Yan tidak membaca secara detail bahwa tiket tersebut bertuliskan Free one day. Yan baru sadar ketika menyecek tiket di pintu masuk. Ketika memasukkan barcode ke alat yang tersedia, muncul tulisan yang intinya tiket tidak bisa digunakan. Yan langsung menuju ke petugas dan menanyakan permasalahan tersebut dan petugas menjelaskan bahwa tiket yang ia gunakan telah digunakan sebelumnya dan tidak bisa digunakan kembali.
Yan yang sudah merasakan asin, manis, kecut dan pahitnya kehidupan itu tak kehabisan akal. “pantang pulang sebelum berhasil!”, teriaknya di dalam hati. Untuk itu Yan mengeluakan jurus-jurus mautnya.
Setelah mendapat penjelasan tentang permasalahan tiketnya, Yan mencoba bernegosiasi. “Waduh Pakde, saya benar-benar gak tahu kalo tiket ini berlaku hanya sehari, karena di tiket ini tertulis dg huruf besar 10-14 Maret 2014, lagian saya jauh-jauh dari kota Braunschweig ke sini spesial untuk menghadiri acara ini”, kira-kira begitulah Yan bernegosiasi sambil berharap pengertian dan dibukakan pintu besi khusus tanpa scan. Sang petugas menjawab yang initinya tidak membolehkannya masuk. Wah emang orang Jerman ini saklek aturan. Yan pun mengucapkan terima kasih tanpa ada demdam sedikitpun karena sadar bahwa itu memang tugasnya utk menegakkan aturan. Sebelum meninggalkan petugas, Yan bertanya solusi bagaimana caranya agar ia bisa masuk. “Silahkan menuju ke loket pembelian tiket, Anda bisa membelinya di sana” jawan petugas.
Di loket Yan langsung bertanya harga tiket tersebut, ternyata harganya 60 euro namun jika menunjukkan kartu pelajar cukup membayar 25 euro. Yan berpikir sejenak, dan nampaknya Yan agak berat mengeluarkan uang 25 euro (sekitar Rp. 400.000) karena pertimbangan kebutuhannya yang masih harus tinggal beberapa pekan di Jerman. Akhirnya Yan mengurungkan niatnya untuk membeli tiket. Apakah Yan menyerah? Oh tentu saja tidak, Yan ini sudah tahan banting, bahkan sudah terbanting sampai inti bumi oleh gorila ganas. Hehee.
Dengan langkah santai Yan menuju bangku panjang yang tersedia pojok gedung untuk menenangkan diri dan mulai mencari solusi. Solusi di sini bukan seperti solusi-solusi yang marak di negara sebelah lho. Tebas sana tebas sini, hanya memikirkan perut sendiri, entah perut orang lain mau busung lapar terserah, bahkan leher orang digorokpun gak jadi masalah yang penting kepentingan diri sendiri berhasil di raih. Namun beda dengan Yan yang berprinsip “usaha kan bukan berarti mengambil hak orang lain, yang terpenting ialah halal dan toyyib (baik)”.
Sambil menggerak-gerakkan kakinya dan menengok ke arah lagit gedung yang tinggi. Yan teringat dengan wasiat ampuh dari Maha Gurunya “Nak bagaimanapun keadaan yang kau hadapi, cobalah untuk terus berpikir positif. Dengan berpikir positif maka seluruh alam semesta mulai dari rumput yang bergoyang, kicauan burung hingga ombak besar di samudera akan berkonspirasi untuk membantumu memecahkan suatu permasalahan. Sebesar apaun masalahmu itu!”. Ternyata sang Maha Guru hidup di masa Vicky sehingga paham dengan istilah “konspirasi” juga. Heuheu..
Benar-benar ampuh wasiat sang Maha Guru. Yan pun mendapat wangsit untuk memanfaatkan teknologi. Ia menyebar info di di grup whatsapp Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Braunschweig dan media sosial PPI Hannover dan IASI (Ikatan Ahli dan Sarjana Indonesia Jerman) dengan harapan ada yang sudah memiliki tiket namun tidak terpakai karena kesibukan, dll sehingga tiket tesebut bisa dikirimkan via e-mail dan bisa dimanfaatkan (tidak hangus). sembari menanti tanggapan dari kawan-kawannya ternyata Yan yang punya selera seni tingkat tinggi ini memainkan siulannya…. "Cuiiit cuiiiiiiiiiiiiiitzz..."
5 menit, 10 menit telah berlalu namun belum ada tanggapan. Kembali Yan memainkan siulan mautnya, ternyata usut punya usut siulan yang dimainkan Yan ini memiliki makna yang dalam. Tidak sekedar membunyikan mulut biasa namun mengandung makna puji-pujian pada sang Maha Pencipta.
Eh benar! “kalo rejeki memeng tidak ke mana”. Secara tiba-tiba datang seorang laki-laki berparaf Asia menghampiri.
“Can you help me?” tanya orang asing ini dengan nada ragu-ragu, mungkin rabut gondrong Yan membuat orang ini berpikir jauh saat menyapa.
Sembari tersenyum, Yan pun menjawab dengan nada ¾ “what can I do for you?”
Oh ternyata si Asia yang belakangan diketahui berasal dari Filipina itu bernama Zam. Dia sedang kehabisan pulsa dan ingin meminjam telepon untuk menelepon Bapaknya yang masih berada di dalam pameran. Dengan senang hati Yan mempersilahkan HP nya untuk digunakan.
Setelah menelepon, Yan dan Zam pun terlibat perkenalan dan obrolan santai. Obrolan mereka seputar tentang keberadaan mereka di Jerman yang mana keduanya sama-sama pelajar. Sampailah pada percakapan bahwa Yan sebenarnya duduk di situ karena tiketnya bermasalah. Tuhan memang maha adil dan memberkahi hidup Yan. “Tiket kan berlaku harian, dan saya mau pulang. Jadi kamu bisa menggunakan tiket saya”. Yan langsung menyambar dengan kecepatan kilat sebagai bentuk pemastian “serius?”. “tentu saja, kamu saja bersedia membantu saya masak saya tidak mau membantumu. Toh meskipun kau tak mau membantu saat itu, pasti juga akan aku serahkan tiket ini”. Oh Thank God. Ternyata orang ini baik sekali, seandainya Yan masih single dan Zam seorang wanita mungkin akan ada part khusus yang membahas pertemuan ini. Sensor!
Akhirnya Yan pun mengucapkan terima kasih, menuju pintu masuk dan bergegas menuju ke Hall 8 untuk menghadiri konferensi yang diisi oleh Pendiri Wikipedia Jimmy Wales. Sambil duduk Yan membuka pesan masuk HP yang ternyata ada 2 orang yang ingin memberikan tiketnya. Yan langsung membalas pesan tersebut berupa ucapan terima kasih dan permohonan maaf karena sudah mendapatkan tiketnya. Setelah mendengarkan materi Mr. Wales, Yan merasa beruntung karena berkesempatan untuk berjabatangan dan mengabadikan momen bersama salah satu orang hebat di dunia itu. []
0 comments:
Posting Komentar
tinggalkan coment anda, krna satu kata anda sangatlah berarti