Sabtu, 21 Februari 2015
Kurikulum untuk Siswa
Setelah membaca tulisan bung Junaidi Abdul Munif Kurikulum untuk Siapa? di kolom Tempo (10/12/2014) saya tergoda untuk
memberikan sanggahan atau lebih tepatnya berdiskusi lebih lanjut. Hal ini biasa
dalam dunia keilmuan, asal disampaikan dengan baik dan argumentasi yang
mendasar.
Melalui tulisan itu bung Junaidi sudah tepat dalam
merumuskan bagaimana konsep kurikulum sebagaimana yang dituliskan dalam kalimat
penutup yaitu "Merumuskan konsep
kurikulum pada akhirnya harus berpijak pada konsep kita dalam memandang
anak-anak itu sendiri, apakah anak-anak merupakan obyek sang guru atau rekan sang
guru."
Namun dalam tulisan tersebut bung Junaidi masih
samar-samar alias "rikuh" ketika memberikan perspektif apakah
Kurikulum 2013 (K-13) harus lanjut, berhenti total atau berhenti bersyarat. Sama
halnya dengan pernyataan dia yang menilai sikap Menteri Anies dalam hal
keputusan untuk menghentikan K-13, "Menteri
Anies tampaknya "rikuh" jika harus menghentikan total K-13 dan
mengumumkan kembalinya kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) 2006."
Selain itu pendapat dia bahwa penerapan kurikulum dengan
beberapa model bisa diterapkan secara bersamaan, perubahan KTSP ke K-13 tidak
banyak serta pengambilan keputusan bahwa kurikulum mana yang lebih baik bisa
dilihat ketika keduanya telah selesai diterapkan sebagaimana yang ditulis "Mungkin bisa diterapkan beberapa model
kurikulum sekaligus dalam sistem pendidikan nasional melalui payung hukum. Saya
rasa, perubahan pada KTSP dan K-13 tidak banyak. Keduanya hanya menyempurnakan
apa yang sudah ada sebelumnya. Dengan demikian, akan teruji dengan sendirinya
mana kurikulum yang bagus", merupakan pendapat yang tidak bisa
dipertanggung jawabkan.
Mengapa saya katakan tidak bisa dipertanggung jawabkan? Pertama,
penerapan kurikulum dengan beberapa model secara bersamaan ini tidak mendasar.
Penerapan seperti ini hanya akan berimplikasi negatif terhadap aspek sosial
kebudayaan baik antar siswa, antar sekolah hingga antar masyarakat. Ini juga
kritik terhadap Kemendikbud, bagaimana mungkin masih memberikan nafas 6.221
sekolah untuk menerapkan K-13, sedang kurikulum tersebut jelas-jelas mengalami
masalah dalam hal konseptual dan substansial?.
Kedua, apakah benar perubahan KTSP ke K-13 tidak banyak?
Memang benar bahwa tujuan dari kurikulum yang baru sebagai penyempurna
kurikulum sebelumnya. Adanya perubahan kurikulum wajar terjadi akibat tuntutan
perkembangan zaman dan tantangan global. Ketika berbicara mengenai kurikulum, kita
tidak bisa mengukur kurikulum hanya dengan melihat dari tujuan dirubahnya
kurikulum tersebut namun harus dilihat secara menyeluruh mulai dari konsep
kurikulum, bahan ajar, fasilitas pendukung hingga kesiapan pengajar (guru).
Analisis dari bedah buku dan silabus
kurikulum 2013 menunjukkan fakta mengejutkan bahwa buku dibuat sebelum ada
silabus (Doni Koesoma A, Media Indonesia, 8/12/2012). Bagaimana mungkin orang
bisa berenang di kolam yang kosong (tidak ada air)?
Yang ketiga, cara pengambilan keputusan bahwa kurikulum
mana yang lebih baik bisa dilihat ketika keduanya telah selesai diterapkan.
Cara seperti ini sangat kontradiksi dengan substansi kurikulum yang disampaikan
oleh bung Junaidi yaitu siswa sebagai pusat pembelajaran (student centered learning). Kalimat yang dimaksud adalah “membentuk
siswa yang aktif, entah itu bertanya, mengamati, menalar, ataupun mencipta,
seperti halnya yang diusung K-13”. Ketika mempersilahkan kurikulum terus
berjalan tanpa melalui prosedur yang benar ini hanya akan menjadikan siswa
sebagai kelinci percobaan. Jangan sampai ketidak cermatan dalam menerapkan
kebijakan kurikulum menjadikan siswa: maju
selangkah mundur selangkah, apalagi maju selangkah mundur dua langkah hingga
tiga langkah.
(Pernah dimuat di Koran Editor)
@budysugandi
Jembatan Pelajar Indonesia
Dari Indonesia untuk Anak Indonesia
Jembatan Pelajar merupakan gerakan sosial dan rintisan (start-up) teknologi pendidikan dengan tiga fokus utama; Membantu pelajar Indonesia untuk menggali potensi diri, Merupakan situs marketplace pencarian guru keterampilan (skill-based teacher) dan sebagai tempat bagi guru keterampilan untuk mencari siswa. Menyediakan layanan bimbingan bagi pelajar Indonesia yang ingin melanjutkan pendidikan baik ke dalam maupun ke luar negeri.
09.46.00
pena
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar
tinggalkan coment anda, krna satu kata anda sangatlah berarti